Cerpen


AKU MENAMAINYA ROSA

Oleh Sahdi Tamamunni’am

Aku masih memperhatikannya. Sekitar tiga menit yang lalu aku melihatnya datang dengan tergesa – gesa menghampiri para temannya yang ku hitung ada empat orang. Cantik dan seksi, itu kesan partamaku. Kemudian dia terlihat seperti meminta maaf kepada mereka. Aku rasa itu karena dia telat.
Aku seruput secangkir kopi capuccino yang telah kupesan tadi. Kupandangi punggung tangan kiriku yang bengkak akibat tato tengkorak yang kubuat satu jam yang lalu. Kurapihkan jas ku lalu kulihat sekeliling. Mereka semua punya teman duduk. Ada yang beramai – ramai, ada juga yang hanya berdua. Tapi, tampaknya hanya aku yang duduk sendirian di caffe ini.
Aku kembali memperhatikan wanita cantik itu. Cukup lama aku memandanginya. Kemudian tanpa sengaja dia menangkap mataku yang tengah memperhatikannya. Kepalang tanggung, sekalian saja kusapa dia dengan senyuman. Dan seperti dugaanku, ia pun membalas senyumanku.

Hampir setengah jam aku memandanginya, dan ia pun selalu curi – curi pandang kepadaku ditengah – tengah obrolan dengan keempat temannya. Beberapa saat kemudian, keempat temannya beranjak pergi, sementara ia tetap duduk dibangkunya. “Kesempatan emas” pikirku. Tanpa basa – basi aku langsung menghampirinya. Ia menundukkan kepala, rambut panjangnya terurai indah. Kini aku sudah duduk tepat dihadapannya dan wanita ini tetap menunduk. Sepertinya malu. “ehm!” Aku berdehem. Ia tetap dalam posisinya, namun samar – samar kulihat ia menahan senyum. Kuketok meja ini sambil berkata “tok tok tok! Halo?! Ada orang tidak ya?” Dia masih sama. “Tidak ada orang ya?” kali ini dia mengangkat kepalanya. Matanya mengarah langsung ke mataku. Dengan bibir seksinya ia berucap lembut, “ada, mas” disusul dengan senyumannya yang begitu manis. Aku balas senyumannya. Kemudian ku julurkan tanganku sembari berkata, “Boni”. “Rosa” jawabnya lembut.

Setelah perkenalan itu, kita berbincang – bincang cukup lama. Mungkin sekitar satu setengah jam. Banyak yang kita bicarakan, mulai dari keluarga, kerabat, teman, dan beberapa hal kecil lainnya. Dan dari situ juga aku jadi tau bahwa dia seorang pagawai dari sebuah bank swasta, punya posisi tinggi, dan memiliki akses ke tempat penyimpanan uang yang jumlahnya milyaran. “Lumayan juga nih cewek” batinku. Tapi yang paling menarik untukku adalah ketika Rosa berkata bahwa ia berangkat ke tempat ini naik taksi. Tentu saja, dengan gaya kerenku aku tawarkan jasa tumpangan padanya. Dan sesuai dugaanku, ia mau aku antar. Dan beberapa saat kemudian, kita sepakat untuk pulang. Dan setelah bill dia bayar, ya dia yang membayar. Rayuan mautku dengan mudah membuatnya berkata iya. Kita langsung bergegas menuju mobilku. Dan tentu saja, aku gandeng tangannya.

Kupacu mobilku dengan kecepatan tinggi. Maklum, sudah tak tahan. Dipersimpangan Yanter aku arahkan mobilku untuk belok ke kiri, sontak Rosa bertanya, “kok lewat sini sih, mas? Apartemen aku kan di daerah Yelo, mas tau kan? Harusnya kan belok kanan”, “aduh!” pekikku dalam hati. “Alasan apa yah, yang harus aku katakan pada Rosa?” Otakku berfikir keras. Aku melirik kearahnya. Ku lihati tubuhnya. Sial! Aku sudah tidak tahan lagi. Tapi aku harus bersabar, tunggu dulu sampai kita tiba di jalan panjang Hugo yang sepi dan gelap. “mas?” suara itu membuyarkan lamunanku. “eh, iya. Gimana Rosa?” “Kok lewat sini? Ini salah lho jalannya. Mas tau daerah Yelo nggak sih?” tanyanya bingung. “Oh iya. Maaf Rosa. Aku lupa bilang, ini aku harus balikin Harddisk temenku dulu” jawabku sambil menunjukkan Harddisk yang kutaruh di dasbor mobilku. Ya, benar. Itu bukan harddisk temanku, itu milikku. “Gapapa kan? Nggak jauh kok” “hmmm. Yaudah, gapapa kok mas” Jawabnya dengan senyum manis, pertanda ia sama sekali tak curiga akan kuapakan dia setelah ini. Mungkin. “Yes!” Teriakku dalam hati. “Pasti dapat. Hahahaha” Aku bahagia sekali.

Ditengah perjalanan, tiba – tiba hujan turun dengan sangat deras. “Tambah mantap aja nih” pikirku. Tidak lama kemudian, kita sudah sampai di jalan Hugo yang sepi nan gelap. Mobil kuhentikan ditengah – tengah jalan yang panjang itu. Lalu, mesin mobil kumatikan. “Kok berhenti, mas?” tanya Rosa sedikit bingung. Aku tak menjawab, mencoba mengontrol nafsuku yang sudah sampai di ubun – ubun. “mas?” kembali Rosa bertanya. Aku menghela nafas, lalu ku ambil handycamku dan mulai merekam. Ku taruh handycam itu di dasbor dan kuarahkan menghadap kami. Kuputar tubuhku menghadap Rosa. Rosa terlihat sedikit bingung. Kutatap matanya dalam – dalam. “mas?” kembali suara lembut itu terdengar. Tubuh Rosa sedikit kutarik agar menghadapku. “mas mau ngapain?” Rosa semakin bingung. Tangan kananku meraih pipi kirinya, kuusap perlahan, lalu kulepas lagi. Rosa hanya terdiam. Sepertinya ia menikmatinya. “bodoh!” makiku dalam hati. “kamu tak tahu apa yang akan terjadi padamu sebentar lagi”. Kuremas pundak kanannya dengan tangan kiriku. Kudekatkan kepalaku kepadanya. Rosa tampak tegang, ia menelan ludah. Ditengah – tengah kegiatan itu, perlahan tangan kananku meraih pisau yang memang sejak dari rumah sudah kusilepkan dibelakang celanaku. Kutatap mata Rosa. Aku yakin Rosa tak tau apa yang tengah ku pegang. Kepalaku semakin kudekatkan sehingga bibir kami hampir bersentuhan. Kulihat Rosa memejamkan matanya. Melihat ini nafsuku makin memuncak. Langsung saja kuayunkan tangan kananku jauh kebelakang, lalu dengan sekuat tenaga kuhujamkan pisau itu keperutnya. “AHHHHH!!!!” jerit Rosa sangat kencang. Aku tersenyum senang padanya. Matanya seakan – akan ingin keluar. Tangan kiriku yang dari tadi masih memegang pundaknya kubuat makin kuat mencengkeram. Kutarik perlahan pisau kesayanganku itu. “AHHHH!!!!” Rosa kembali menjerit. 
Selang beberapa detik ia memuntahkan darah dari mulutnya. Dengan cepat kuambil handycam yang sedari tadi sudah merekam. Kuarahkan handycam ini kepadanya. Rosa sangat ketakutan. Kulihat bibirnya bergetar seperti ingin berkata, matanya memelas, dan wajahnya sangat pucat. Aku tak peduli. Air matanya kini menetes. Aku tetap tak peduli. Aku makin mendekat. Rosa mencoba mendorongku, namun tenaganya sangat lemah. Kujambak rambut panjangnya dan kubuat kepalanya mendongak keatas. Lalu, kutempelkan pisauku dilehernya. Rosa berontak. Tanganku di cengkeram dan dicakarnya. “Tak apa. Malah lebih nikmat” pikirku. Dan kemudian dengan perlahan kugorok leher Rosa. Pelan tapi pasti dan kunikmati. Darah muncrat kemana – mana. Wajahku sampai merah dibuatnya. Rosa meronta. Namun ia sudah tak punya daya apa – apa lagi. Tak lama kemudian, dia kejang – kejang dan tak lama setelah itu, terdengar suara seperti orang mengorok. “hmm, tenggorokanmu sudah putus, Rosa”. Kulihat Handycam ku, durasi video menunjukan 4 menit 23 detik. Aku tersenyum. “rekor baru” ucapku bangga.

Aku turun dari mobil. Hujan masih turun dengan sangat  deras sehingga darah Rosa diwajahku meleleh keseluruh tubuhku. Kuseret Rosa keluar dari mobil lalu kubiarkan tergeletak ditengah jalan dan dikeroyok hujan.. Kuambil HP di saku kiriku. Kuarahkan HP itu untuk menelpon Linto. “halo, Bos” suara terdengar dari telepon. “jalan Hugo. Sekarang!” ucapku singkat yang disambut Linto dengan diam. “denger?!” “emmm, lagi Bos? Bukannya kemarin juga udah?” tanpa kujawab telpon langsung kututup.
Kubuka bagasi mobilku lalu ku ambil satu set setelan jas yang masih terbungkus rapi serta satu buah laptop. Aku kembali masuk mobil lalu berganti baju. Laptop kunyalakan. Kuambil memori card di handycam, kemudain kumasukan ke slot memori di laptop. Kulihat lagi video yang tadi kurekam. Harddisk yang tadi kukatakan milik teman aku ambil dan ku pasang di laptop. Kulihat sudah ada cukup banyak videonya, kuhitung ada 28. Ada yang berjudul “Intan”, “Uni”, “Yemmi”, dan ketika ku scroll kebawah, kulihat ada yang berjudul “Ibuku”. Lalu kupindah video dari handycam tadi ke harddisk dan aku menamainya “Rosa”.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

LOMBA FOTOGRAFI FESTIVAL JURNALISTIK PURWOREJO 2018

Wisuda Sarjana Angkatan 59 Universitas Muhammadiyah Purworejo

Buletin Lentera Edisi 12 Oktober 2018